1. Contoh
kasus perdata di Indonesia
Cerita
Permasalahan / Kronologis
Dodi Hermawan (Dodi) menikah di Jakarta dengan istrinya yang seorang Dokter bernama Dr Wani Lilianti. Belum dikaruniai anak.
Dodi sangat keberatan dengan kegiatan tugas kerja istrinya, dimana istrinya selalu pergi tugas ke luar kota sehingga tidak menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri.
Dodi merasa sudah cukup memberi pengertian dan bersabar terhadap kegiatan istrinya tersebut. Namun selayaknya seorang suami, Dodi merasa berhak memberikan nasihat dan menuntut perhatian istrinya, tetapi istrinya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dikatakan suaminya itu.
Sampai akhirnya, pada suatu saat dimana Dr. Wani yang baru pulang tugas dari luar kota, tiba-tiba harus berangkat lagi ke Aceh dan meninggalkan suaminya untuk kesekian kali. Pada kejadian itu, Dodi memberikan ultimatum, dimana jika istrinya tetap pergi ke Aceh maka Dodi akan melayangkan gugatan cerai padanya. Saat itu, Dr. Wani tetap pergi ke Aceh.
Dodi Hermawan (Dodi) menikah di Jakarta dengan istrinya yang seorang Dokter bernama Dr Wani Lilianti. Belum dikaruniai anak.
Dodi sangat keberatan dengan kegiatan tugas kerja istrinya, dimana istrinya selalu pergi tugas ke luar kota sehingga tidak menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri.
Dodi merasa sudah cukup memberi pengertian dan bersabar terhadap kegiatan istrinya tersebut. Namun selayaknya seorang suami, Dodi merasa berhak memberikan nasihat dan menuntut perhatian istrinya, tetapi istrinya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dikatakan suaminya itu.
Sampai akhirnya, pada suatu saat dimana Dr. Wani yang baru pulang tugas dari luar kota, tiba-tiba harus berangkat lagi ke Aceh dan meninggalkan suaminya untuk kesekian kali. Pada kejadian itu, Dodi memberikan ultimatum, dimana jika istrinya tetap pergi ke Aceh maka Dodi akan melayangkan gugatan cerai padanya. Saat itu, Dr. Wani tetap pergi ke Aceh.
2. Contoh
kasus pidana di Indonesia
Contoh Kasus
Hukum Pidana
1. 11 Mei 2010 Bupati kulon Progo
memberikan izin kegiatan penambangan besi kepada PT Jogja Magaasa Iron di
wilayah pesisir selatan kulon Progo. Hal itu bertentangan dengan Peraturan
Daerah tentang RT/RW Kulo Progo 2003-2013 yang menyatakan wilayah pesisir
pantai selatan hanya diperuntukkan bagi perikanan dan pertanian. Penambangan
besi juga tidak masuk dalam delapan jenis pertambangan yang ada dalam Perda
RT/RW tersebut. Pelangggaran terhadap pasal 73 UU 26 tahun 2007, yakni setiap
pejabat pemerintah yang berwenang yang menertibkan izin tidak sesuai dengan
rencana tata ruang sebagimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat(7), dengan pidana
penjara paling lama (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000.,00.
* Solusi atau
UU tentang hukum perdata menurut UUD
Dalam suatu perkawinan semua orang
menghendaki kehidupan rumah tangga yang bahagia, kekal, dan sejahtera, sesuai
dengan tujuan dari perkawinan yang terdapat dalam UU No.1 tahun 1974. Akan
tetapi, tidak semua orang dapat membentuk suatu keluarga yang dicita-citakan
tersebut, hal ini dikarenakan adanya perceraian, baik cerai mati, cerai talaq,
maupun cerai atas putusan hakim.
Perceraian merupakan lepasnya ikatan
perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri, yang
dilakukan di depan sidang Pengadilan, yaitu Pengadilan Negeri untuk non muslim
dan Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam.
Sedangkan pengertian perceraian menurut hukum
perdata adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atas tuntutan salah
satu pihak dalam perkawinan itu Untuk melakukan perceraian harus ada cukup
alasan, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 39 UU No.1 tahun 1974 dan pasal
19 PP No.9 tahun 1975. Pasal 39 UUP menyebutkan:
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan
sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak
berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Untuk melakukan perceraian harus ada cukup
alasan, bahwa antara suami-isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai
suami-isteri.
Tata cara perceraian di depan sidang
Pengadilan diatur dalam Peraturan Perundang-undangan tersendiri.
Sedangkan dalam pasal 19 PP No.9 tahun 1975
menyebutkan:
Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi
pemabok, pemadat dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
Salah satu pihak meninggalkan pihak lain
selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang
sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.
Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5
(lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
Salah satu pihak melakukan kekejaman atau
penganiayaan yang membahayakan pihak lain.
Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit
dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/ isteri.
Antara suami dan isteri terus menerus terjadi
perselisihan dan pertengkaran serta tidak ada harapan akan hidup rukun lagi
dalam rumah tangga.
Disamping alasan tersebut diatas, terdapat
faktor lain yang berpengaruh terjadinya perceraian yaitu: faktor ekonomi atau
keuangan, faktor hubungan seksual, faktor agama, faktor pendidikan, faktor usia
muda (Wahyuni dan Setyowati, 1997 :122).
Perceraian yang terjadi akan berdampak pada
isteri/ suami, anak serta harta kekayaan. Akibat dari adanya perceraian menurut
pasal 41 UU No.1 tahun 1974 adalah sebagai berikut:
Baik Ibu atau bapak tetap berkewajiban
memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak;
bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi
keputusan.
Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya
pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam
kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan
bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami
untuk memberikan biaya penghidupan, dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi
bekas isteri.
Dalam pasal 149 Inpres No.1 tahun 1991 akibat
putusnya perceraian dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu (1) akibat
talaq, dan (2) akibat perceraian.
Bilamana perkawinan putus karena talak, maka
bekas suami wajib:
Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas
isterinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas isteri tersebut qobla al
dukhul.
Memberikan nafkah, mas kawin, dan kiswah
kepada bekas isteri selama dalam masa iddah, kecuali bekas isteri telah di
jatuhi talak ba’in atau nusyuz, dan dalam keadaan tidak hamil.
Melunasi mahar yang masih terutang seluruhnya,
dan separo apabila qobla al dukhul.
Memberikan biaya hadhonah untuk anak-anaknya
yang belum mencapai umur 21 tahun.
Demikianlah sedikit pemaparan tentang
Perceraian dan Dampaknya.Penulis berharap dengan adanya artikel singkat ini,
kita semakin menyadari bahwa Perceraian bukanlah solusi yang baik dalam suatu
perkawinan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar